Perasaan Absurditas Manusia dan Bunuh diri. Didimus A. satrio

Home Profil Kampus Visi dan Misi Sejarah STIPAS KAK Sambutan Ketua STIPAS KAK Fasilitas Galeri Akademik Biaya Kuliah Jadwal PMB Jadwal Registrasi Jadwal Kuliah Alumni Dosen dan Pegawai Blog Contact X Perasaan Absurditas Manusia dan Bunuh diri. (Tanggapan Kritis Terhadap Fenomena Bunuh Diri Di Kota Kupang). Berbicara tentang manusia, yang tersirat dalam benak adalah berbagai macam perspektif tentang manusia itu sendiri. Perspektif manusia antara lain adalah manusia sebagai hewan berpikir rasional (animal rasional). Ada pula yang menyebut manusia sebagai animal simbolik, dimana manusia mampu membangun komunikasi melalui  bahasa dan simbol-simbol serta menafsirkan simbol-simbol tersebut sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Ada pula yang menyebut manusia sebagai homo fober atau manusia yang adalah hewan dan melakukan pekerjaan. (Kamaluddin, 2013 : 7). Pandangan klasik Aristoteles dalam (Weij, 2017 : 43) menyatakan bahwa manusia sebagai gabungan dari materi pertama dan jiwa (psykhe) yang merupakan bentuk atau prinsip hidup. Selanjutnya, Aristoteles menemukan dalam diri manusia sesuatu yang sifatnya lebih tinggi, yaitu aktivitas yang menurutnya melampaui potensi materi (hyle) dan bersifat semata-mata rohani, antara lain berpikir dan berkehendak. Pada akhirnya, tentang manusia, Aristoteles menemukan gabungan dari tiga hal : materi, jiwa dan roh. Perspektif-perspektif manusia di atas menjadikan manusia sebagai makhluk Tuhan yang otonom. Manusia dilahirkan bersama dengan sifatnya yang misterius. Namun demikian, manusia bukanlah makhluk misterius. Manusia tersusun dalam kesatuan harmoni jiwa dan raga serta eksis sebagai invidu dalam kelompok masyarakat. Pada awal eksistensinya belum diketahui maksud dan tujuan dari kelahiran manusia. Intinya, manusia dilahirkan oleh manusia lain dan memiliki fungsinya sebagai individu di tengah masyarakat dan memiliki tujuan hidupnya sendiri. Secara lebih luas tentang manusia, kita dihantar pada satu aliran/paham dalam filsafat : Eksistensialisme. Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi yang kata latinnya existere, dari ex artinya keluar dan siter adalah membuat berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri sendiri atau keluar dari diri sendiri. Sedangkan isme adalah paham atau aliran. Jadi, eksistensialisme adalah aliran filsafat, dimana pahamnya terpusat pada manusia sebagai individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Adapun konsep sederhana dari eksistensi dalam aliran ini adalah keberadaan yang mutlak (real). (Maksum, 2016 : 312). Aliran eksistensialisme terbagi atas dua yaitu, eksitensialisme teis dan eksistensialisme ateis. Eksistensialisme Teis dimana tokohnya adalah Soren Kierkegaard, yang ajarannya berkaitan dengan harapan untuk hidup dan percaya bahwa eksistensi manusia masih ada campur tangan Tuhan terhadap manusia. Sedangkan Eksistensialisme Ateis dipelopori oleh Jean Paul Sartre dan Albert Camus, dimana aliran ini tidak meyakini keterlibatan Tuhan dalam eksistensi seorang individu dan bahkan menghilangkan Tuhan. (Mahmudah, 2009 : 05) Menyikapi kedua pandangan di atas, penulis memilih pandangan Absurditas Manusia dalam Eksistensialisme Ateis yang dipelopori oleh Albert untuk menanggapi salah satu fenomena di kota Kupang, yaitu Bunuh Diri. Camus menganggap bahwa manusia sendiri yang menjadikannya berada. Pandangan ini berarti manusia menentukan eksistensinya tanpa campur tangan Tuhan, termasuk kebebasan memilih pilihan-pilihan dalam hidupnya sendiri. Kebebasan akan esksistensinya tersebut kemudian membawa manusia pada perasaan Absurditas. Selanjutnya, menurut Albert Camus, Perasaan Absurditas adalah ketidakmampuan memahami kenyataan dunia. Bagi Camus manusia absurd merupakan manusia yang ada dalam fakta bahwa dia membuat tuntutan bagi dirinya di dunianya. (Hiplunuddin, 2017 : 32). Dalam kaitannya dengan pandangan Camus ini, penulis berpendapat bahwa Perasaan Absurd adalah perasaan tidak masuk akal pada manusia yang menganggap hidup tidak bermakna dan tidak memilliki tujuan hidup, dimana hal ini ini disebabkan oleh ketidaksesuaian fakta dan kebebasan individu yang hendak diwujudkan. Selanjutnya, perasaan absurditas menggambarkan kontradiksi antara keinginan individu dan kenyataan dunia. Lebih lanjut, penulis berasumsi bahwa Perasaan Absurditas manusia menghantar manusia pada dua pilihan : (1) menerima kenyataan dengan terus melanjutkan kehidupan meski tidak sesuai ekspektasi; (2)  mengakhiri hidup  (bunuh diri) yang disebabkan oleh kontradiksi antara kenyataan dan ekspektasi. Mirisnya, pilihan kedua menjadi opsi yang dirasa paling mampu menunjukkan otentikasi kebebasan seorang manusia. Mengakhiri hidup menjadi solusi dalam menyelesaikan segala macam bentuk kontradiksi dalam hidup. Fenomena bunuh diri di Kota Kupang telah menjadi semacam praktik dan  kebiasaan baru bagi manusia yang merasa bahwa apa yang dinginkan tidak sesuai kenyataan. Realitas yang kontras antara ekspektasi dan kenyataan tersebut menghantar manusia dalam keadaaan yang menunjukan ketidakontetikan kebebasan manusia. Padahal, Eksistensialisme telah menunjukkan fakta bahwa manusia bertanggung jawab atas kebebasannya, baik melibatkan Tuhan maupun sebaliknya. Perasaan Absurditas manusia menjadi perasaan yang mendasari praktik yang sedang marak terjadi ini dan menjadi penyebab utama seorang manusia gagal untuk melihat ontentiknya kebebasan manusia. Fenomena bunuh diri di Kota Kupang juga menjadi salah satu fenomena yang viral dengan lebih dari satu manusia melakukan praktik ini. Dilansir dari Victory News, Kapolres Kota Kupang, Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto mengatakan bahwa terdapat 7 kasus bunuh diri di Kota Kupang sepanjang tahun 2023, dengan rinciannya : Januari 1 kasus, Maret 2 kasus, April 1 kasus, Agustus 1 kasus, dan November 2 kasus. (baca : Victory News : edisi 12/12/2023). Adapun satu kasus baru yang menjadikan 8 kasus sepanjang tahun 2023 yang terjadi di Kelurahan Oebufu, Kecamatan Oebobo, dengan inisial yang teridentifikasi IMBS berusia 24 tahun dan merupakan seorang mahasiswa. (baca : Pos Kupang : edisi 18/12/2023). Data kasus bunuh diri di atas sejatinya menjadi masalah yang harus diatasi. Data di atas telah menjadi tanda bahwa seorang manusia tidak lagi menghargai kehidupannya. Terlihat Pikiran Absurditas yang begitu mendominasi dalam menentukan pilihan demi keberlangsungan hidup. Menjadi sebuah refleksi bagi manusia itu sendiri akan otentikasi kebebasannya sebagai individu dan penghargaannya terhadap kehidupan. Bunuh Diri yang menjadi praktek tidak bertanggung jawab mesti dicegah dengan  melakukan pemberdayaan terhadap pentingnya kesehatan mental yang dibangun sejak dini baik melalui keluarga maupun pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah di pendidikan formal.  Di lain sisi, penulis merasa perlu adanya perbaikan keberlanjutan dalam pelbagai aspek kehidupan yang dirasa kurang, secara khusus ekonomi (menurunkan angka kemiskinan), sosial (keadilan sosial terhadap seluruh masyarakat) dan pendidikan (kemudahan dalam hal akademi dan administrasi keuangan). Beberapa solusi di atas diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mencegah praktik bunuh diri yang sedang marak terjadi. Editor by : Revan Uky